118 Tahun Perempuan Poso

Foto: One Billion Rising

“Perempuan dibawa dan di bawah laki-laki” demikian judul sebuah buku yang merefleksikan posisi perempuan di wilayahnya, juga merefleksikan perempuan di Indonesia. Bagaimana dengan perempuan di Poso? Sudah 118 tahun Kabupaten Poso berdiri, di era dimana partisipasi perempuan menjadi sebuah indikator demokrasi, hanya Kabupaten Poso  yang tidak memiliki satupun wakil perempuan di DPRD Tingkat II. Kebijakan Pemerintah Indonesia mengenai 30% keterwakilan perempuan dalam sistem kepartaian ternyata tidak secara otomatis membuka ruang partisipasi politik bagi perempuan. Salah satu indikator adanya partisipasi politik perempuan adalah kehadiran perempuan dan posisi perempuan dalam pembangunan. Namun, kehadiran perempuan tidak serta merta mengindikasikan peran gender. Tulisan ini adalah sebuah catatan tentang perempuan dan keadilan gender dalam pembangunan di Kabupaten Poso.

Pada pertengahan tahun 2011, memang terjadi perubahan yang signifikan terhadap peran perempuan dalam pemerintahan di Kabupaten Poso. Perempuan sudah memegang posisi lurah, camat, dan beberapa posisi di SKPD. Apakah posisi ini sudah mengindikasikan terbukanya kesempatan terhadap perempuan dalam pemerintahan di Kabupaten Poso? Ya, tetapi juga tidak.

Perubahan posisi perempuan dalam pemerintahan Kabupaten Poso bisa jadi sebuah indikasi perubahan pemikiran yang konvensional tentang perempuan, yaitu bahwa perempuan mulai dilihat memiliki sebuah peran yang strategis dalam masyarakat. Tetapi perubahan ini dapat juga dilihat sebagai  sebuah keputusan politis. Disebut keputusan politis karena perempuan ditempatkan dalam posisi politik tertentu sebagai sebuah pencitraan tanpa disertai perubahan paradigma mengenai perempuan. Jika yang terakhir disebutkan yang terjadi maka itu  adalah manipulasi jenis kelamin perempuan secara politis. Inilah yang menguatkan bias gender. Politisasi jenis kelamin perempuan berpotensi pada manipulasi makna gender. Manipulasi makna gender pada akhirnya berakibat pada sikap yang tidak adil gender secara sistematis.


Saya masih sering mendengar aparatur pemerintahan baik tingkat kelurahan maupun kecamatan hingga kabupaten (termasuk pejabat perempuan) masih sering menyebutkan istilah gender adalah perempuan. Disini, bukan hanya kesalahpahaman makna gender yang berakibat pada perilaku yang justru tidak adil gender. Misalnya seorang lurah perempuan di Kecamatan Poso Kota Selatan pernah menghina dan mentertawakan gerakan kampanye perempuan untuk penghentian kekerasan terhadap perempuan melalui tarian dengan mengatakannya sebagai gerakan mempertontonkan diri. Bukan hanya karena lurah ini seorang perempuan, tetapi posisinya sebagai lurah yang seharusnya memberikan contoh keadilan gender pada masyarakat, memperlihatkan respon seperti ini bukan hanya tidak memberi apresiasi terhadap gerakan perempuan tetapi juga melihat tubuh perempuan dalam kacamata yang patriakhi. Anggapan mempertontonkan diri menggambarkan lurah perempuan ini masih menganggap perempuan seharusnya tidak terlibat langsung di ruang publik menyampaikan suara dan pendapatnya, bahwa perempuan harusnya di rumah saja menyelesaikan urusan rumah tangga saja. Jika seorang lurah, dan seorang perempuan masih berpikir demikian, ini mengindikasikan penempatan posisinya sebagai lurah, meskipun perempuan bukanlah karena paradigma adil gender, tetapi karena kesempatan politis dimana jenis kelamin perempuannya hanya sebuah kebetulan. Atau jika bukan kebetulan, tidak bisa dimaknai sebagai adil gender. Jika ini terjadi di semua bidang pemerintahan, maka perubahan posisi perempuan dalam pemerintahan di Kabupaten Poso terkesan hanya dipolitisir jenis kelaminnya. Karena itu keberadaan perempuan dalam pemerintahan di Kabupaten Poso tidak menjamin adil gender menjadi mainstream kebijakan pembangunan.

Merefleksikan hal tersebut di atas, tentu saja kehadiran perempuan dalam pembangunan sangat penting, bahkan sebuah syarat mutlak. Tetapi pelibatan perempuan dalam pembangunan di Kabupaten Poso mensyaratkan, pertama, perubahan paradigma tentang posisi perempuan dalam pembangunan. Perempuan bukan hanya sebagai pelengkap kuota politik misalnya, tetapi diakui memiliki kompetensi yang sejajar dengan laki-laki. Kedua, perubahan paradigma bahwa laki-laki dan perempuan sederajat hak-nya harus diikuti dengan memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk mengembangkan partisipasi sosial, ekonomi dan politik. Partisipasi seseorang bukan dilihat dari jenis kelaminnya tetapi dari kompetensinya, misalnya dalam Musrenbang. Ketiga,   kesempatan yang sama harusnya melahirkan adanya proses pengembangan diri secara sistematis yang diberikan khusus bagi perempuan. Kekuatiran mengenai kompetensi perempuan dalam partisipasipasi politik tidak dijawab dengan menutup kesempatan bagi perempuan untuk berkembang.Kekuatiran ini juga tidak diselesaikan dengan sistem penempatan perempuan dalam posisi tertentu hanya untuk memenuhi kuota (bernuansa politis daripada berakar dari kesadaran adil gender). Pelibatan peran perempuan dalam pembangunan di Kabupaten Poso harus disertai dengan proses persiapan dan pemberdayaan  perempuan. Kaderisasi perempuan dalam partai politik, misalnya. Juga kaderisasi perempuan dalam komunitas-komunitas untuk menjadi suara alternatif.  

Keempat, kesadaran mengenai adil gender membutuhkan program yang sistemik yang mampu mengatasi persoalan ketidakadilan gender. Subordinasi perempuan dalam masyarakat, diskriminasi perempuan dan kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan utama ketidakadilan gender di Kabupaten Poso. Berita di Radar Poso bahwa dalam satu bulan di awal tahun 2013 sudah terjadi 3 kasus pemerkosaan anak di bawah umur (ini yang terlapor, belum termasuk yang tidak dipublikasi media massa) juga meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Poso merupakan pekerjaan utama yang merefleksikan kebijakan Pemerintah Kabupaten Poso belum menyentuh persoalan utama ketidakadilan gender. Sudah adanya Perda Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Poso harus disertai dengan petunjuk pelaksanaan yang berbasis keadilan gender sehingga terjemahan pelaksanaannya menyeluruh dan mengikat.

Namun program saja seringkali tidak cukup jika tidak disertai dengan kepentingan untuk memperjuangan keadilan gender di Kabupaten Poso. Terbentuknya P2TP2A oleh Pemerintah Kabupaten Poso, juga kehadiran Posko Anak dan Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak yang dibangun oleh organisasi adalah sebuah langkah maju, namun perlu didukung dengan kemampuan anggotanya mendampingi kasus-kasus ketidakadilan gender (setelah diawali dengan berubahnya paradigma berpikir yang adil gender). Seorang anak korban pemerkosaan yang ditolak didampingi karena alasan dana oleh sebuah posko pendampingan anak adalah salah satu indikasi buruk yang menempatkan keadilan gender sebagai sebuah program semata bukan sebuah kesadaran yang harus diperjuangkan.

Sudah 118  tahun berdiri, posisi perempuan di Kabupaten Poso masih dibawah mainstream patriakhi, masih dibawa oleh kebijakan yang tidak adil gender. Sembari mendukung perempuan-perempuan yang telah duduk dalam posisi pengambil keputusan, juga menguatkan upaya-upaya yang dibangun semua pihak bagi pembangunan yang lebih adil gender, evaluasi peran perempuan dalam pembangunan di Kabupaten Poso menekankan: pertama, pentingnya program pemberdayaan perempuan diarahkan pada perubahan paradigma, bukan hanya pada kegiatan karikatif (pelatihan pembuatan kue, menjahit). Kedua, kesadaran adil gender harus menjadi isu mainstream di semua pembangunan di Kabupaten Poso yang melibatkan laki-laki dan perempuan sehingga perjuangan dampak-dampak ketidakadilan gender, seperti diskriminasi dan subordinasi perempuan, kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dilawan bersama-sama. Ketiga, kerjasama antar komunitas, organisasi yang memperjuangkan keadilan gender dengan pemerintah sudah harus dimulai sehingga pekerjaan ini tidak parsial tapi menyeluruh. Dengan demikian,  di tahun ke 118 Kabupaten Poso refleksi ini jadi awal gerakan bersama keadilan gender dalam Pembangunan di Kabupaten Poso, dimana perempuan tidak dibawah dan dibawa laki-laki. Setara.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar