Jangan Perhatikan

Kali ke tiga di Bada, Lore Selatan, Kabupaten Poso. Kali ini membuka sekolah perempuan angkatan III. Lore Selatan menjadi pilihan baru pengembangan sekolah perempuan setelah memperhatikan kebutuhan kelompok perempuan di tempat ini. sangat sering mendengar bagaimana perempuan bukan hanya terdiskriminasi, tetapi juga tidak memiliki kesadaran tentang proses diskriminasi yang sedang berlangsung itu, sehingga membiarkan, cenderung ikut melanggengkan. 

Selalu banyak yang baru dan menarik ditemui di pelataran Bada yang kaya dengan patung megalithikum dan subur tanahnya. Setiap kali memasuki rumah , kamar mandi, atau kamar tidur, bahasa yang sangat sering dikeluarkan oleh tuan rumah adalah “ jangan perhatikan ya bu”. Saya biasanya akan spontan menjawab “ terimakasih bu, sama sekali tidak masalah”

Tanpa dan tidak sama sekali bermaksud mengkritik tuan rumah, tetapi pikiran ini berkembang setelah mengalaminya beberapa kali, termasuk hari ini. Baru saja keluar dari kamar mandi seorang ibu calon anggota sekolah perempuan, dimana kami numpang makan. Kamar mandi berlantai semen kasar, dikiri kanan masih terdapat pasir dan tanah, berdinding bambu yang dianyam, model toilet jongkok dengan merk yang ditemui dimana-mana:INA, ada ember besar tepat di depan tolet jongkok dengan palo-palo (gayung) dari bekas sabun pencuci piring. Di sudut kamar mandi berukuran 3 x 4 itu terdapat ember besar tempat penampungan air yang saya perkirakan untuk mandi. Dan, bersih.

Percakapan “jangan perhatikan” ini selalu terjadi dimanapun, termasuk ketika akan masuk ke kamar mandi untuk menumpang buang air . Kalimat itu menjadi ciri khas di kampung. Kalimat yang mengindikasikan bagaimana pemetaan sedang terjadi antara tuan rumah dan tamu. 

Pemetaannya pertama-tama soal status sosial, jika tamu yang datang adalah orang yang dianggap lebih tinggi status sosialnya, bisa dipastikan kalimat itu muncul. “Jangan perhatikan” bagi tamu yang status sosial ekonominya lebih tinggi dimaksudkan berkaitan dengan kondisi sosial mereka yang lebih “rendah” sehingga diharapkan tamu bisa lebih maklum dengan situasi dan suasana yang sedang berlangsung di dalam rumah atau di dalam lingkungannya. Ada semacam anggapan bahwa situasi dan suasana di dalam rumahnya pasti tidak sama bahkan terkesan buruk dibandingkan dengan situasi dan suasana di dalam rumah tamu yang di”pastikan” lebih baik.  

Pemetaan kedua adalah kondisi fisik , ini sejalan dengan asumsi status sosial. Asumsinya adalah tamu yang datang karena status sosialnya lebih baik daripada tuan rumah maka kondisi fisik rumah, di dalam rumah pastinya lebih baik daripada tuan rumah. Mulai dari bentuk rumah, sofa, bentuk kamar mandi, bentuk kamar tidur, furniture, alat-alat rumah tangga dan bahkan jenis masakan. Karena itu kalimat ini keluar dengan harapan agar jangan membandingkan antara rumah tuan rumah dengan rumah yang dimiliki oleh tamu yang datang.

Kedua pesetan itu berujung pada harapan “jangan perhatikan” apa yang terlihat dengan kasat mata, apa yang dibaui, apa yang didengar, apa yang diamati. “Jangan perhatikan” tetapi (nah ini) gunakan saja fungsinya.

Setidaknya itu yang saya mengerti dan karena itu sangat menarik untuk memperhatikan bagaimana pemetaan/kategori sebagian besar orang-orang desa yang saya temui adalah kategori kaya/miskin, modern/tradisional. Jika tamu kaya, maka tuan rumah miskin; jika tamu hidup modern, itu karena tuan rumah hidup masih tradisional. Masih tradisional atau hidup miskin, diukur dari apa yang dilihat, didengar, diamati dari (sayangnya) televisi , termasuk dari apa yang dibicarakan dalam proyek-proyek pembangunan. Ide bahwa pembangunan adalah untuk membuat hidup manusia bisa lebih modern dan mudah seringkali menggiring cara berpikir masyarakat di desa. Karena itu juga “jangan perhatikan” bisa jadi adalah perwujudan rasa minder, tidak percaya diri masyarakat desa atas identitasnya sendiri. Dan ini akan menggiring pada upaya untuk memodernkan diri seperti apa yang seharusnya mereka pikirkan , mereka lihat dari tawaran di dunia televisi.  Upaya memodernkan ini kemudian yang menggeser kearifan lokal mereka. Kearifan dalam beretika sosial, kearifan dalam mengelola tanah, kearifan dalam hubungan sosial, termasuk kearifan dalam membangun rumah tempat tinggal. Semua hampir tergantikan dengan kehidupan modern.

“Jangan perhatikan” menjadi penting untuk diperhatikan bukan karena kategori-kategori tadi tetapi untuk menggugat kembali cara berpikir pembangunan. Modern yang mengabaikan kearifan lokal.

Karena itu, kembali pada persoalan kamar mandi sekaligus toilet yang menurut tuan rumah “jangan perhatikan” bukankah toilet jongkok sebenarnya lebih sehat daripada toilet duduk? demikian menurut para ahli. Juga bukankah air yang mengalir lebih penting daripada air kran yang sudah ditampung dibak penampungan? Lalu yang terpenting, bukankah lingkungan kamar mandi itu bersih? Itu sudah cukup untuk melihat kegunaannya setara dengan perhatian untuk membersihkan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar