Cinta dalam Satu Kaki..

Monday, 16 Mei 2011

Awalnya tentang satu kaki dan tiga orang.

Satu kaki yang menuntun pada cinta. Patah, berlubang, menghitam, tidak dapat digunakan. Tapi tetap bisa disebut kaki. Setidaknya begitu. Dua tahun lalu, mobil pembawa penggembira partai terlalu bersemangat mengejar setoran, menyeret dan menginjak seperti saat tebu diperas untuk mendapatkan gula.Dua dokter di dua rumah sakit menyampaikan keputusan “tidak ada yang dapat kita lakukan untuk menyelamatkannya”. Amputasi. Dua hari, si kaki ditunggui agar si empunya kaki bisa menghela napas panjang dan berkata : Baiklah kalau begitu.

Tapi tidak. Satu kaki memilih punya cerita yang lain.

Menempuh jutaan kilometer,rupiah untuk empat kali operasi, puluhan jenis obat, teknik-teknik yang katanya mumpuni. Si kaki dengan sedemikian hingga seperti menyusun puzzle lalu….. ta da…! Kekasih menghidupi. Kepercayaan dibentuk. Mimpi tentang keluarga tidak lagi jauh dari bayangan.Tak ada lagi jarak dengan buah hati. Rencana disusun. Bekerja diraih. Misi dikerjakan. Tapi lagi, satu kaki ingin cerita yang berbeda. Seperti ingin berbisik halus yang menggema hingga di relung :”kapan kamu belajar?”

Ubud, 2011. Satu kaki ini tidak lagi mau hanya pelengkap. Sekedar dibilang kaki. Ingin kehidupan. Seminggu sebelumnya. Empat dokter dan para ahli dibidangnya kali ini terdengar seperti Guntur dari medan elektromagnetik yang sangat besar di saat hujan yang tanpa ampun membawa banjir “tulang ini, daging ini, sudah mati”


168 jam sebelumnya. Ruangan itu nampak asing, bukan hanya karena baru memasukinya. Hijau punya beragam lapisan untuk tetap dibilang hijau. Dinding hijau muda, tempat tidur hijau tua,kamar mandi hijau kental, bahkan perawat dan dokter berseragam hijau. Tentu saja hasil rontgen yang memperlihatkan lobang sepanjang 5 inci di kaki itu bukan hijau. “ini ciri khas rumah sakit kami”jawab salah satu perawat ketika keheranan disampaikan. Bisa jadi karena itu warna kesukaanku maka rasanya lebih siap ketika dibaringkan di meja bedah yang sayangnya bukan hijau. Hari itu operasi penyelamatan pertama. Bukan lagi soal satu kaki tapi menyelamatkan kehidupan.

48 jam setelah dikeluarkan dari ruang serba hijau masuk ke ruang lain yang juga hijau untuk beristrahat, setelah mengalami malam pertama yang horror karena tulang-tulang baru saling berkenalan didalam sana, seorang kawan mengirimkan kartu. Nampak ratusan tangga, seseorang yang nampaknya biksu tua tak dapat ditebak usianya menuruni tangga. Satu tangan kanannya memegang pegangan tangga dengan mata menatap tajam memastikan tangga selanjutnya masih ada untuk dituruni. Di belakangnya, seseorang berpakaian biasa menaiki tangga seberang si biksu sambil menatap ke depan. Di dalam kartu itu ada dua tulisan. Tulisan tangan: “ Lian, one day very soon you will be walking up stairs like these without crutches!Wishing you strength, corage, and a quick recovery from your surgery. All of my best hopes and wishes for you!! lots of love, Ashley". Satu lagi tulisan dari kartu :Travel only with thy equals or thy betters; if there are none, travel alone - The Dhammapada. Sementara itu, di bagian belakang kartu, tertulis "STEPS".

Yap.Cerita mungkin tidak berawal dari kartu ini, lebih panjang dari sebelumnya. Kartu itu menjadi penanda tentang proses si kaki menjadi sebuah kehidupan. Hingga bisa melangkah. Maka ini adalah cerita satu kaki, menjadi kehidupan. Mencatat setiap moment yang terbentuk hingga menjadi kehidupan baru. Menulis cinta yang menyertainya. Hari demi hari.Step Project bukan lagi tentang (hanya) satu kaki. Ini tentang kehidupan.Cinta.

Step Project!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar