13 Tahun Pasca Konflik Poso: Pengungsi Makan Supermie, Pejabat Naik Superkijang

13 Tahun pasca konflik Poso, bagaimana sekarang nasib para korban konflik?Bagaimana pembangunan daerah pasca konflik?Beberapa masyarakat eks pengungsi menjawab “Kami bersyukur sekarang sudah tidak ada bom dan sudah tidak lari-lari lagi di gunung,sungai. Sekarang sudah bisa (cari) bekerja lagi. Kami bersyukur” Seorang pejabat pemerintah menjawab “Sekarang pembangunan sudah digalakkan, investor sudah banyak yang tertarik untuk datang mengolah kekayaan disini, Mesjid sudah dibangun, Gereja sudah diperbaiki. Pembangunan berlangsung sukses di segala bidang”. Nada-nada positif tersebut tentu bukan hal yang tidak wajar didengarkan bahkan sebaliknya sangat biasa. Tetapi terdapat perbedaan penting dalam memaknai Poso pasca konflik. Masyarakat eks pengungsi memaknainya dalam kerangka kehidupan mereka keseluruhan dimana masa lalu berada diantara masa depan (in between). Para pejabat pemerintah membicarakannya dalam ranah fisik yang terukur serta simbolik (adanya bangunan mesjid dan gereja, bukan tidak mungkin termasuk adanya instalasi militer-simbol keamanan) tentu tak lepas dari hegemoni wacana, berorientasi masa depan, dan ekonomis. Pihak yang kedua ini, ironisnya, membicarakan kesuksesan pembangunan pasca konflik lepas dari keterlibatan dan pelibatan masyarakat korban konflik, mengabaikan masa lalu, hingga menepuk dada sendiri untuk keadaan itu.Kata kuncinya “sukses”

Mungkin ini bukan hal yang mengherankan, mengingat relasi sosial dan ekonomi masyarakat di Kabupaten Poso pasca konflik berlangsung dinamis tanpa gejolak yang berarti (tentang ini baca kisah-kisah di Cerita Perempuan dan Sekitar Kami). Namun menjadi sangat mengherankan sekaligus menakjubkan jika menelisik kedalaman cerita yang melatarbelakangi “kesuksesan” tersebut. Tulisan ini hendak menggambarkan ketimpangan besar antara rakyat miskin korban konflik dengan pengendali kekuasaan di Kabupaten ini. Gambaran ini sekaligus merupakan tuntutan untuk mengembalikan hak-hak ekonomi, sosial, budaya milik rakyat, para korban konflik.


Industri Bantuan di Poso


Konflik dan korban konflik adalah alasan bagi mengucurnya milyaran hingga trilyunan dana di Kabupaten yang semakin bertambah tahun semakin kecil wilayahnya ini. Hampir seluruh wilayah di Kabupaten Poso, pasca konflik, menjadi ladang subur industri bantuan dan industri keamanan. Kedua industri ini dianggap sama-sama dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat korban konflik. Kenyataannya berlangsung buruk dalam proses penyelenggaraan dan pengelolaannya. Sebaliknya sejak awal tujuan keduanya bahkan dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan, menimbun modal, mengembangkan usaha hingga merebut kekuasaan.

“Pengungsi makan supermie, pejabat naik super kijang” Pameo ini hanya salah satu diantara beberapa lainnya yang menyindir perilaku korupsi yang terang-terangan terjadi selama konflik Poso terjadi, lalu berkembang pasca konflik hingga saat ini. Ironisnya, korupsi ini dilakukan dengan mengatasnamakan jutaan jiwa korban konflik yang masih trauma, menderita dalam kepedihan, kehilangan saudara dan harta benda bahkan hingga sekarang masih tinggal di rumah-rumah papan berukuran 4 x 6 dengan halaman paling luas ½ are.

Catatan Perempuan Poso yang diolah dari berbagai pihak, termasuk dari Yayasan Tanah Merdeka, mencatat akumulasi dana-dana bantuan yang diberikan ke Kabupaten Poso:

2001-2002 Dana Bantuan Kemanusiaan Jadup dan Bedup 33.315.000.000 Milyar
BBR 29.065.000.000 Milyar
Pemulangan Pengungsi 13.750.000.000 Milyar
2003 Bantuan Bangunan Rumah/BBR 6.490.000.000
2004 Jaminan Hidup dan Bekal Hidup 59.362.500.000 Milyar
2006 Dana Recovery Dana Recovery 58.006.000.000 Milyar
2008 Dana Recovery Dana Recovery 50.000.000 Milyar

Dana ini belum termasuk dana lauk pauk, santunan korban kerusuhan, dana pembangunan Universitas dan Pesantren, dana korban bom Pasar Poso dan dana korban bom Pasar Tentena (Jadup=jaminan hidup, Bedup=Bekal Hidup; BBR=Bantuan Bangunan Rumah)

Demikianlah, jumlah dana bantuan di Kabupaten Poso telah mencapai trilyunan rupiah. Lalu, kemana bantuan itu pergi?

Korupsi Atas Nama

Atas nama konflik dan korban konflik, dana-dana bantuan terus mengalir dalam jumlah yang menggiurkan
telinga, meskipun tidak seorangpun bisa memastikan dalam sistem dan manajemennya bahwa dana tersebut diterima oleh masyarakat. Padahal sejak awal, korupsi telah menjadi alasan untuk mengatasnamakan kelompok agama tertentu untuk dimobilisir dan saling menyerang. Laporan Panitia Khusus Masalah Kerusuhan Poso dalam rapat paripurna DPR RI pada tanggal 28 Juni 2005 menyebutkan bahwa masalah korupsi adalah awal dari kerusuhan atau kekerasan yang terjadi di Poso (Korupsi dana KUT) serta erat kaitannya dengan teror-teror yang terjadi di Poso pasca kesepakatan Malino. Panitia Khusus kemudian merekomendasikan penyelesaian masalah korupsi sebagai hal penting yang paling perlu diatasi untuk membuat Poso kembali aman. Namun bukannya menindaklanjuti dengan mengusut kasus-kasus korupsi yang telah menyebabkan konflik Poso terjadi hingga meluas, dana bantuan terus diberikan hingga meningkatkan korupsi.

Trilyunan dana bantuan tersebut tidak menyentuh kebutuhan masyarakat baik fisik maupun psikis. Selain pola penanganan bantuan yang amburadul, metodenya pun serampangan. Indikasi korupsi terlihat sejak awal. Penempatan Dana Recovery langsung pada Pemerintah Daerah dan tidak masuk sebagai penguatan di APBD, yang pembahasan penggunaannya tanpa melibatkan DPRD menjadi awal tidak diawasinya penggunaannya. Bantuan yang diberikan tidak menggunakan kriteria tertentu, baik penerima maupun jumlah bantuannya.Maka siapa yang berdekatan, punya akses lebih dekat dengan penguasa akan mendapatkan manfaat lebih. Sementara mereka yang masih berada di tanah-tanah pinjaman, rumah-rumah kecil berdinding papan dan berpenghasilan 5000 – 10.000 sehari, menjadi buruh tani, buruh bangunan bahkan mendengar jumlah danapun seringkali tidak.

Selain pembangunan berbagai sarana fisik, bantuan untuk penguatan ekonomi rakyat pun tergolong gagal mensejahterakan rakyat kabupaten Poso. Hal ini terlihat pada masih tingginya angka kemiskinan yang mencapai sekitar 20 persen warga kabupaten Poso pada tahun 2009-2010. Artinya penyaluran bantuan untuk penguatan ekonomi sebenarnya tidak menyentuh pada akar persoalan.

Kurang berhasilnya pengelolaan dana ini dalam mendorong perbaikan kesejahteraan rakyat dapat pula dilihat dari angka pengangguran di Kabupaten Poso yang hingga tahun ini mencapai 11 persen. Angka ini mengindikasikan bahwa penggunaan dana untuk pemulihan dari sisi ekonomi gagal.Sementara itu, dari sisi pembangunan perdamaian, harus diakui peranan atau andil masyarakat sipil dan organisasi independen masih dominan dalam mengerjakan tugas ini.

Namun, tetap saja atas nama kondisi pasca konflik dan korban konflik bantuan selalu digulirkan tanpa pertanggungjawaban yang jelas apalagi peruntukkan yang bertanggungjawab pada masyarakat miskin, masyarakat eks pengungsi. Maka pameo “Dari provokator, menjadi deklarator, tiba-tiba menjadi kontraktor, lalu menjadi koruptor” memberikan gambaran tentang bagaimana lingkaran dana bantuan pengungsi digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan ekonomi politik para pejabat, termasuk mereka yang sebelumnya dianggap sebagai orang yang mempengaruhi proses perdamaian di wilayah ini. Kesitulah dana itu mengalir.

Sekali lagi, sementara masyarakat eks pengungsi masih harus bekerja keras setiap hari dan seringkali hanya sanggup mengkonsumsi mie instan, hak-hak mereka diambil, dipelintir oleh para pejabat-pejabat korup yang bahkan bukan hanya sanggup membeli super kijang tapi juga beternak rumah di berbagai wilayah.

Pemberantasan Korupsi Setengah Hati

Bahwa ada korupsi dana bantuan, sudah menjadi rahasia besar masyarakat Poso. Siapa-siapa yang terduga, juga sudah sering disebut-sebut dalam banyak pembicaraan warung kopi, diskusi atau aksi bersama. Bahkan sebelumnya pada tahun 2005, Andi Asikin Suyuti, pejabat pelaksana tugas Bupati Poso yang juga mantan Kepala Dinas Sosial Propinsi Sulawesi Tengah, telah dihentikan dari jabatannya dan menjalani persidangan meskipun akhirnya dibebaskan dari tuduhan pada tahun 2007. Tidak patah dengan terhentinya kasus korupsi dana kemanusiaan, para aktivis bersama dengan masyarakat membentuk berbagai macam aliansi anti korupsi, termasuk mengajukan laporan hingga ke Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Laporan dan desakan hingga aksi terus menerus ini kemudian ditindaklanjuti dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menindaklanjuti dugaan korupsi dana recovery.

Lalu, harapan rakyat kabupaten Poso melihat pengungkapan penyelewengan dana sempat membuncah mendengar ditahannya salah satu mantan pejabat yang dianggap bertanggungjawab dalam raibnya miliaran dana yang bersumber dari APBN tahun 2006 itu. Dana recovery yang peruntukannya bagi pemulihan masyarakat korban konflik ini dalam perencanaan akan diturunkan dalam berbagai program penguatan ekonomi masyarakat, program pendataan kependudukan dalam bentuk KTP dan Akta kelahiran gratis.

Sayangnya, harapan itu masih harus terus dikawal sehingga tidak lagi bernasib sama seperti kasus korupsi dana kemanusiaan. Upaya-upaya mengusut kasus korupsi yang juga diusung oleh beberapa kelompok masyarakat harus melihat keseluruhan pola dan metode korupsi yang sedang berlangsung termasuk kenyataan bahwa berjalannya proses persidangan korupsi dana recovery hanya sebagian kecil dari sejumlah besar hak yang dirampas dari masyarakat.

Beberapa fakta persidangan korupsi ini menunjukkan adanya indikasi tebang pilih. Dari Dana Recovery sejumlah 58,6 milyar, yang saat ini sedang disidang hanya untuk 1,7 Milyar dengan dugaan kerugian negara sejumlah 300 juta. Sementara dari Dana Kesejahteraan sejumlah 50 Milyar baru sekitar 190 juta yang diusut penyalahgunaannya. Pilihan mengapa hal tersebut terjadi sementara kerugian negara mencapai milyaran rupiah dan masyarakat eks pengungsi tidak mendapatkan manfaat apapun menunjukkan pengusutan dana korupsi ini pun menjadi bagian dari proyek politik. Bahkan ketidakseriusan pengusutan dana korupsi terlihat ketika bendahara dalam kesaksiannya mengaku telah menerima dana gratifikasi sejumlah 300 rupiah dari kontraktor proyek, namun pengakuan tersebut tidak ditindaklanjuti. Padahal undang-undang nomor 19 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) soal gratifikasi jelas menyatakan hal tersebut sebagai bagian dari korupsi.

Hal yang lain juga menguatkan pengusutan kasus korupsi ini bagian dari proyek ekonomi politik. Salah satu temuan yang didapatkan oleh tim Pansus DPRD adalah proyek fiktif pencetakan sawah baru senilai hampir 400 juta rupiah di Desa Pancasila, Kecamatan Pamona Timur dan di Desa Lape, Kecamatan Poso Pesisir. Secara kasat mata, semua orang dapat melihat bahwa sawah tersebut tidak ada. Namun, lagi-lagi laporan hasil temuan ini tidak direspon oleh penegak hukum untuk ditindaklanjuti dengan berbagai alasan yang tidak jelas.

Selanjutnya kesan kuat kasus korupsi ini menjadi bagian dari proyek politik juga terlihat dari adanya perlindungan terhadap oknum tertentu yang terlibat dan bertanggungjawab namun tidak diperiksa. Itulah sebabnya kesaksian yang muncul dalam persidangan hanya mengarah kepada seorang pengusaha yang pada saat dana ini dikelola dikatakan memiliki kedekatan dengan kekuasaan serta seorang konsultan yang di duga merubah nilai kontrak serta membuat kwitansi pembayaran yang digelembungkan, padahal dirinya memiliki kedekatan kekerabatan dengan bendahara recovery. Mark up kemudian menjadi tema persidangan kasus ini, dengan terdakwa M. Nelloh, mantan Ketua Bappeda dan Pejabat Pembuat Komitmen proyek Recovery.

Padahal dalam persidangan sempat terungkap dari seorang saksi, dibawah sumpah, bahwa ada keterlibatan istri pejabat puncak di kabupaten Poso dalam pengadaan barang dalam proyek Recovery. Dalam kesaksian itu disebutkan tegas:“ibu Bupati adalah pemilik paket Pengadaan sepatu Lars dan Baju Hansip” kata saksi, terhadap dua paket proyek dana recovery senilai Rp.234.712.000 dan Rp.351,373,000. Pengakuan ini ditegaskan oleh saksi bahwa dirinya siap mempertanggungjawabkan kebenaran ucapannya. Namun Jaksa menjawab pengakuan saksi ini dengan mengatakan “pengakuan ini tidak relevan dengan dakwaan”. Sebuah pengakuan yang sekaligus menegaskan bahwa tidak akan ada pemeriksaan terhadap orang yang disebutkan saksi dalam persidangan itu.Hal tersebut diatas menunjukkan jalan panjang merebut kembali hak-hak masyarakat atas dana-dana yang perolehannya diatasnamakan pada kondisi dan nasib mereka. Juga menunjukkan penanganan kasus korupsi tidak lebih dari sebuah proyek ekonomi politik sehingga dikerjakan setengah hati.

Resolusi Tahun 2011


Jaminan kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera adalah hak mutlak. Namun hak itu harus terus diperjuangkan karena korupsi masih menggerogoti wilayah yang baru membangun pasca konflik ini dan pengusutan kasusnya masih setengah hati. Pengawalan kasus korupsi seringkali disertai dengan intimidasi, teror dan kepentingan ekonomi politik golongan tertentu. Agar tidak menjadi bentuk korupsi yang lain, termasuk berjejaringnya kolusi-kolusi dan nepotisme yang merusak hak-hak rakyat, penting untuk menekankan pengusutan kasus korupsi perlu dilakukan secara menyeluruh dan tidak tebang pilih. Agar hal tersebut terjadi ada beberapa hal yang penting dilakukan.

Pertama, pola dan metode korupsi , modus korupsi di Kabupaten Poso harus dilacak secara keseluruhan. Hal itu meliputi modus penggelembungan (mark up) baik jumlah dana maupun jumlah penerima; pemotongan; pembayaran fiktif; pemalsuan dokumen; penyogokan dan modus manipulatif lainnya. Dengan demikian, pengusutan kasus korupsi dana Recovery tidak cukup hanya pada kasus mark up, harus dilanjutkan pada modus lainnya, termasuk yang melibatkan istri bupati Poso. Kedua, pengusutan kasus korupsi di Kabupaten Poso harus berbarengan dengan menemukan sistem dan mekanisme yang tepat yang menjauhkan kemungkinan pola-pola korupsi,kolusi dan nepotisme berkembang. Hal yang paling kelihatan adalah penerimaan pegawai negeri yang mekanisme dan sistemnya sarat dengan ketidakadilan sehingga menimbulkan praktek korupsi,nepotisme dan kolusi yang mengakar. Ketiga, dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam proses-proses pembangunan sebagai ‘pengawas’ dan pelaksana pembangunan sehingga dapat secara terbuka melakukan kritik yang membangun. Pelibatan masyarakat ini juga dimaksudkan untuk menempatkan masyarakat sebagai subyek utama pembangunan bukan obyek. Hal ini termasuk, adanya kerjasama yang kondusif dan membangun antara pemerintah daerah, anggota DPRD dan masyarakat sipil. Kenyataan buruknya hubungan antara anggota DPRD dan pemerintah daerah bukan hanya memperburuk proses pembangunan di Kabupaten Poso tapi juga menyeret masyarakat pasca konflik dalam pertentangan-pertentangan panjang (seringkali dengan memanfaatkan identitas).

Sementara itu, proses pembangunan dan upaya-upaya re-integrasi sosial dan re-integrasi ekonomi dan budaya masyarakat pasca konflik masih membutuhkan kerendahan hati untuk saling berintegrasi. Pembangunan ekonomi masyarakat harus peka pada konteks masyarakat pasca konflik. Pengelolaan sumber daya alam tidak saja harus bijak tapi juga tidak dimaksudkan untuk menyingkirkan rakyat petani pemilik tanah.

Last Updated ( Friday, 31 December 2010 10:57 )

1 komentar:




  1. Saya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.

    Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.

    saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp15 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

    Pembayaran yang fleksibel,
    Suku bunga rendah,
    Layanan berkualitas,
    Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan

    Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)

    Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)

    BalasHapus